Rabu, 04 Mei 2011

http://www.krjogja.com/news/detail/18808/Eksekutif.Sepakat.Lanjutkan.Pembahasan.Raperda.Pendidikan.html

Eksekutif Sepakat Lanjutkan Pembahasan Raperda Pendidikan
Kamis, 04 Pebruari 2010 20:24:00
Ketua Komisi D DPRD Sleman, Arif Kurniawan. (Foto : Angelia Dewi Candra)

SLEMAN (KRjogja.com) - Pihak eksekutif sepakat melanjutkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pendidikan. Selama ini eksekutif beralasan Raperda tersebut tidak bisa diteruskan karena dikhawatirkan berbenturan dengan aturan yang ada di atasnya. Namun mengacu dari hasil kunjungan dewan ke Semarang, ternyata di kota tersebut Perda pendidikan bisa diaplikasikan.

Menurut Ketua Komisi D Arif Kurniawan, Perda kota Semarang No 1 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan pendidikan, secara konseptual tidak beda jauh dengan Raperda pendidikan yang digagas oleh DPRD Sleman. “Selama ini mungkin eksekutif enggan untuk membahasnya hanya karena Raperda tersebut merupakan inisiatif dewan. Akhirnya mereka mencari alasan soal kekhawatiran bertentangan dengan aturan di atasnya,” ujar Arif di DPRD Sleman, Kamis (4/2).

Arif mengatakan, setelah mengadakan pertemuan dengan eksekutif yang berlangsung hari ini (4/2), pihaknya melihat adanya itikad baik dari eksekutif untuk menindaklanjuti Raperda Pendidikan. Dari hasil pertemuan tersebut, kedua pihak sepakat untuk melanjutkan pembahasan ke tingkat yang lebih tinggi.

“Sejauh ini kami juga telah mencoba menginventarisasi semua materi-materi yang dianggap sudah up to date lagi. Terkait soal kekhawatiran, tampaknya memang harus dihilangkan demi kemajuan pendidikan Sleman,” ujarnya.

Dari pertemuan tersebut, lanjut Arif, ada banyak perkembangan positif yang diperoleh. Kedua pihak telah sepakat untuk membenahi materi yang sebelumnya sudah pernah dibahas. Nantinya materi yang dibahas akan lebih difokuskan pada hal-hal yang lebih spesifik.

“Selama ini yang kami tangkap ada dua hal yang menjadi keberatan eksekutif yakni soal pembiayaan GTT/PTT dan standarisasi guru-guru sekolah swasta. Selain itu, kami juga ingin memasukkan materi spesifik misalnya saja tentang kurikulum khas Sleman misalnya membahas tentang potensi yang dimiliki Sleman,” imbuhnya.

Dikatakan Arif, pembahasan Raperda ini akan kembali dimulai dua minggu lagi dengan catatan langsung melewati tahap tiga. Pasalnya, Raperda inisiatif ini tidak perlu dibahas lagi dari awal karena secara substansial sudah tidak ada lagi yang menjadi masalah. Meskipun Raperda ini telah menjadi pembahasan sejak 2007 silam. (Angelia)

UN 2011: 56 Siswa Sleman Tak ikut UAN hari ke 2

UN 2011: 56 Siswa Sleman Tak ikut UAN hari ke 2
Posted on April 20th, 2011
http://yogyaonline.net/blog/un-2011-56-siswa-sleman-tak-ikut-uan-hari-ke-2.html

0Share
SLEMAN: Pada hari kedua pelaksanaan Ujian Akhir Nasional SMA/SMK/MA, tercatat ada 56 peserta UAN di wilayah Sleman yang tak datang mengikuti agenda nasional tersebut. Masing-masing, SMA/MA sebanyak 30 siswa dan SMK 26 siswa. Di hari pertama juga tercatat ada 59 siswa yang tak ikut UAN.

Seperti di kutip dari harian jogja Selasa (19/04/11).Kasi Kurikulum SMA/SMK Disdikpora Sleman mengungkapkan “yang tidak ikut ujian paling banyak dari SMK Muhammdiyah Cangkringan, ada enam siswa. Kalau yang absen memang ada berbagai alasan. Ada yang mengaku sudah lulus paket C, ada yang menikah, bekerja, tapi ada juga yang izin,”. Bagi siswa yang mengajukan izin, lanjutnya, yang bersangkutan akan diikutsertakan dalam UAN susulan minggu depan.
Ditemui terpisah, Ketua Komisi D DPRD Sleman, Arif Kurniawan mengatakan, pihaknya menilai sejauh ini pelaksanaan UAN di Sleman cukup lancar. Dari pantauan selama dua hari pelaksanaan, pihaknya belum menemukan kendala atas pelaksanaan UAN. Jumlah peserta UAN di Sleman kali ini sebanyak 4.429 dari SMA dan 5.924 dari SMK

SERBUAN TOKO MODERN MENGANCAM PASAR TRADISIONAL

SERBUAN TOKO MODERN MENGANCAM PASAR TRADISIONAL
Rabu, 04 Mei 2011
http://www.komisikepolisianindonesia.com/secondPg.php?cat=ragam&id=3255

SERBUAN TOKO MODERN MENGANCAM PASAR TRADISIONAL

SLEMAN (KRjogja.com) - Keberadaan pasar traditional di Kabupaten Sleman semakin terancam. Pasalnya, toko modern yang berjaringan nasional hingga international kini mulai merangsek ke areal pasar traditional.

Dijelaskan Sekretaris Komisi A DPRD Sleman, Martono SIP, ada 3 warga di wilayah Depok yang sudah mengadu mengenai kegelisahan pasar traditional tersebut. "Warga mengadu kepada kami, meminta supaya pasar traditional jangan sampai mati. Terbukti, jika pasar traditional selama ini merupakan penyangga ekonomi kerakyatan," ungkapnya saat dikonfirmasi KRjogja.com, Rabu (4/5).

Pada kesempatan tersebut, lanjut Martono, warga juga menolak pembangunan 2 toko modern di wilayah mereka. Dikhawatirkan, pesatnya toko berjejaring yang berdekatan dengan toko traditional, akan semakin mempercepat kematian pasar traditional. "Banyaknya penolakan warga mengenai pendirian toko modern ini seharusnya mampu menggugah pemerintah daerah untuk menyelesaikannya secara bijak. Kami juga sudah meninjau rencana pembangunan 2 toko modern yang ditolak warga itu, yakni di Dusun Prayan Kulon, Depok, Sleman," imbuhnya.

Oleh karena itu, pihaknya mengusulkan kepada jajaran eksekutif untuk segera membuatkan perda khusus mengenai toko modern. Sejauh ini, Pemda Sleman memang sudah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup), terkait hal ini. Namun, kekuatan hukumnya masih belum cukup kuat untuk membatasi penyebaran toko modern. "Harus diperkuat dengan perda. Kalau kebijakannya lemah, maka 10 tahun mendatang, toko dan pasar traditional akan tinggal kenangan," tandas Martono.

Perbup yang sudah ada ialah Perbup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Penataan Lokasi Toko Modern dan Pusat Perbelanjaan, serta Perbup Nomor 45 Tahun 2010 tentang Perizinan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam Perbup tersebut dijelaskan, mengenai jarak minimal pendirian toko modern, yakni 500 meter dari toko tradisional atau 1.000 meter dari pasar tradisional. "Pemda Sleman juga harus merazia toko modern yang berdekatan dengan toko dan pasar traditional. Semua harus dikembalikan ke peraturan," tegas Martono. (Ngutip KRjogja.com)

Rabu, 27 April 2011

Regulasi Pemondokan Perlu dipertegas

http://jogjainfo.net/regulasi-pemondokan-perlu-dipertegas.html

DEPOK: Regulasi mengenai pemondokan (kos-kosan) di Kecamatan Depok perlu dipertegas. Jika tidak ada aturan yang tegas maka dikhawatirkan hal itu akan memberikan dampak yang negatif terutama masalah sosial kepada masyarakat setempat. Anggota DPRD Sleman Martono mengatakan, sebenarnya Sleman sudah memiliki peraturan daerah (perda) yang mengatur pemondokan yakni Perda No 9/2007.

Namun sayangnya perda inisiatif Dewan tersebut hingga saat ini belum ditindaklanjuti dengan penerbitan peraturan bupati (perbup). “Disitulah permasalahannya. Per da kan hanya mengatur hal-hal yang umum saja, sementara untuk teknis diatur dalam perbup. Tanpa ada perbup maka perda belum bisa diaplikasikan secara maksimal,” ungkap anggota DPRD dari Daerah Pemilihan (Dapil) III (Depok) kepada Harian Jogja, Jumat (12/3).

Martono melihat bahwa selama ini ada kecenderungan para pemilik pondokan hanya berpikir dari segi ekonomisnya saja namun tidak memperhatikan dampak negatif yang ditimbulkan. Tanpa adanya penataan yang serius, kata dia, permasalahan itu akhirnya akan bermuara pada kesemrawutan kependudukan di Kecamatan Depok. “Harus ada penataan yang serius dan benar-benar bisa ditaati karena dampaknya cukup dirasakan.

Sebagian pemilik pondokan cenderung cuek dengan aturan yang sudah ada dan cenderung hanya berpikir dari sisi ekonomis saja,” ungkap legislator PAN ini. Dari Perda No 9/2007 setidaknya ada tiga hal yang masih perlu ditindaklanjuti dengan juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis) oleh eksekutif yakni tentang standar fasilitas pemondokan, Sanksi bagi penyelenggara pemondokan yang telah memiliki izin dan sanksi bagi penyelenggara pemondokan yang tidak memiliki izin.

Martono mengatakan, keberadaan pemondokan memberikan pengaruh pada nilai-nilai sosial budaya bagi warga setempat karena menawarkan pola-pola hidup yang baru. Yang paling penting, kata dia, permasalahan soal kebebasan di pemondokan juga harus dipertegas. “Memang ada dampak positif yang ditimbulkan keberadaan koskosan, namun negatifnya pun tak kalah banyak. Keberadaannya memang memberikan peluang kepada warga, tapi juga harus dipikirkan mengenai efek sampingnya,” kata Martono.

Kasie Penegakan Perundang-undangan Kantor Satuan Polisi Pamong Projo (Satpol PP) Ignatius Sunarto mengatakan, Perda pemondokan tergolong sebagai Perda yang mengambang karena belum memiliki perbup. “Siapa yang ditunjuk untuk mengeluarkan izin dan instansi apa sebagai leading sector penindakannya belum jelas.

Karena itu kami masih ragu dalam melakukan penindakan secara tegas karena takutnya jadi bumerang bagi kami,” ungkap dia. Menurut Sunarto, seharusnya Perda tersebut ditindaklanjuti dengan aturan teknis untuk beberapa masalah seperti pembagian kos putra atau putri, jam bertamu, atau juga klasifikasi pemondokan. Tanpa adanya kejelasan, kata dia, Pol PP akan kesulitan.

“Paling selama ini yang disoroti hanya sebatas izin HO saja, sementara untuk teknis lainnya belum pernah ditegakkan. Kami berharap agar Bagian Hukum Setda Sleman segera menerbitkan perbup,” ungkap dia.(sig)

PERBUB SLEMAN BELUM OPTIMAL LINDUNGI PASAR TRADISIONAL

http://www.lepmida.com/news_irfan.php?id=38239&sub=news&page=
Jumat, 22 April 2011
Oleh: Febi

foto : bd-ant

(Berita Daerah - Jawa) - Peraturan Bupati Sleman Nomor 13 dan 45 Tahun 2010 tentang Pengaturan Toko Modern di Sleman dinilai belum berfungsi optimal dalam menjaga keberadaan toko kecil dan pasar tradisional.

"Harus ada peraturan daerah (perda) yang tegas mengatur keberadaan toko modern, dan lebih melindungi toko kecil serta pasar tradisional, dan tidak cukup hanya dengan peraturan bupati (perbub)," kata Sekretaris Komisi A DPRD Kabupaten Sleman Martono, di Sleman, Jumat.

Menurut dia, keberadaan toko kecil milik masyarakat serta pasar traditional selama ini menjadi simbol perekonomian kerakyatan.

"Oleh karena itu, dibutuhkan peraturan yang lebih kuat lagi, yakni semacam perda untuk toko modern. Jika pengaturan lemah, maka jangka waktu lima hingga 10 tahun mendatang akan ada masalah ekonomi kerakyatan," katanya.

Ia mengatakan pemilik toko modern juga diminta tidak melakukan rekayasa dalam pengajuan prosedur perizinan, khususnya perizinan persetujuan lingkungan.

"Pernah terjadi kasus, yakni ada pertemuan sosialisasi toko modern dengan warga, kemudian absensi kehadiran warga itu digunakan sebagai persetujuan lingkungan. Ini namanya rekayasa perizinan," katanya.

Martono mengatakan terkait munculnya sejumlah penolakan masyarakat terhadap pendirian toko modern diharapkan bisa menggugah Pemerintah Kabupaten Sleman untuk menyelesaikan masalah itu secara arif.

"Kami sudah meninjau rencana pendirian dua toko modern yang ditolak warga. Dari segi perbup, memang tidak sesuai aturan. Kalau dikembalikan ke peraturan, maka pasti langsung selesai," katanya.

Ia mengatakan kebutuhan perda tentang toko modern sangat mendesak, namun yang lebih penting ialah segala perizinan harus dilakukan sesuai prosedur.

"Kalau sesuai prosedur, maka silakan, tetapi jangan toko modern didirikan berdekatan dengan toko milik masyarakat dan pasar tradisional," katanya.

Pemda Sleman menerbitkan Perbup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Penataan Lokasi Toko Modern dan Pusat Perbelanjaan, serta Perbup Nomor 45 Tahun 2010 tentang Perizinan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Dalam perbup itu dijelaskan mengenai jarak minimal pendirian toko modern, yakni 500 meter dari toko tradisional, atau 1.000 meter dari pasar tradisional.

(fb/FB/bd-ant)

25 AGUSTUS HARI PERUMAHAN NASIONAL ; Reformasi Bidang Perumahan

http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=223439&actmenu=39

27/08/2010 04:52:05 Pencanangan tanggal 25 Agustus sebagai hari Perumahan Nasional dilaksanakan oleh Menpera dalam pidato menyambut hari Perumahan tahun 2009. Tanggal ini diambil dari momentum Pidato Bung Hatta pada Kongres Perumahan Sehat di Bandung, 25 Agustus 1950.
Jika dilihat dari potensi yang dimiliki oleh masing-masing komponen, pemerintah punya kewenangan membuat regulasi, swasta punya kekuatan dana, masyarakat punya kekuatan gotong-royong, dan fasilitator punya kekuatan membangun keterpaduan dan sinergitas antar komponen. Permasalahannya adalah, bagaimana kita dapat membangun sinergitas terhadap potensi yang ada tersebut.
Belajar dari pengalaman di lapangan, sesungguhnya peran serta masyarakat dalam pembangunan perumahan swasta sudah dilaksanakan. Hal ini dapat kita cermati dari berbagai program yang ada. Diawali pada sekitar tahun 1990 dengan Program Pembangunan Perumahan Bertumpu pada Kelompok (P2BPK) yang diluncurkan oleh Menteri Perumahan Rakyat Ir Akbar Tanjung. Masalah yang dihadapi pada waktu itu adalah, belum adanya sistem kelembagaan yang ada, jaringan belum dibangun, tidak ada program riil yang dipakai sebagai “centelan”, sehingga program tersebut tidak ada keberlanjutannya. Faktor penyebab yang lain adalah belum adanya pemberdayaan untuk fasilitator. Pada perkembangannya, oleh Menteri Perumahan dan Permukiman, Ibu Erna Witular, dibentuk program baru dengan nama program Co-Bild (Community Base for Initiative Local Development Program/Program Pembangunan Perumahan Berdasar pada Komunitas). Program ini dibentuk pada awal 2001, dan di launching pada Juni 2001 untuk 12 kabupaten dan 1 provinsi (DIY), namun dalam perjalanannya, sampai sekarang, tinggal Provinsi DIY yang masih eksis. Lagi-lagi salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya upaya pemberdayaan untuk fasilitatornya, walaupun jika dikaji lebih cermat banyak faktor yang berpengaruh.
Banyak pembelajaran yang dapat diambil dari “kebersihan dan/kegagalan” dari program ini, salah satunya adalah bahwa, keberhasilan program itu ditentukan oleh sistem aturan yang didukung oleh sistem kelembagaan yang terencana matang, sehingga sistem tersebut dapat menjamin kemudahan mekanisme teknis pelaksanaan, dan kemudahan mekanisme kontrolnya. Di samping itu sistem tersebut harus dikawal oleh sumber daya manusia yang andal.
Kekuatan yang dimiliki program Co-Bild DIY, salah satunya adalah obligasi moral dari person yang duduk di jajaran Presidium Paguyuban Warga Jogja (Pawarta), Dewan Perumahan Permukiman (DPP), dan Badan Pengelola Dana (BPD). Pawarta, berperan sebagai Payung Hukum Program Co-Bild, dan mengawasi kinerja DPP, tugas DPP menunjuk pelaksana, membuat kebijakan dan mengawasi program Co-Bild dan sebagai fasilitator bagi pihak ketiga, sedangkan BPD sebagai pengelola progran Co-Bild yang bersifat profesional.
Dari uraian di atas, sesungguhnya embrio terbentuknya fasilitator di tingkat provinsi sudah ada (baca: DPP), tinggal kemauan politik dari para stakeholders yang ada (baca: Pemerintah/ Dinas Perumahan Provinsi DIY, Perguruan Tinggi, Koperasi Perumahan, Lembaga Swadaya Masyarakat, Kelompok Swadaya Masyarakat), untuk duduk bersama membentuk atau memberdayakan fasilitator yang sudah ada, sehingga dari Yogya kita dorong terbentuknya DPP tingkat nasional. Setelah terbentuk DPP tingkat nasional, pekerjaan rumah selanjutnya adalah road show untuk pembentukan fasilitator (DPP) di masing-masing provinsi. Belajar dari lembaga lain (baca: Dewan Kerajinan Nasional, Dewan Kesenian, Dewan Kebudayaan dan lain-lain), semua didukung dengan payung hukum yang legal formal.
Strategi pembentukan Dewan Perumahan Permukiman yang akan berfungsi sebagai fasilitator di tingkat provinsi sampai nasional, perlu dibentuk forum perumahan (housing forum), yang akan membahas berbagai masalah yang dibutuhkan dalam pembentukan dewan ini, mulai dari aspek hukum, kelembagaan, aturan sampai teknis pelaksanaannya.
Kata kunci dari semua pembahasan ini adalah pemberdayaan untuk semua. Jika dan hanya jika ada komitmen yang dapat dibangun bersama untuk saling memberdayakan bagi seluruh stakeholders dan diimbangi dengan konsistensi terhadap komitmen tersebut, maka solusi masalah perumahan Indonesia bukan sesuatu yang mustahil, sebagai realisasi reformasi jilid dua dalam bidang perumahan. Insya Allah. q - c. (1541-2010).
*) Ir Noor Sasongko MSA,
Ketua Dewan Perumahan Permukiman
2005-2009, Ketua Badan Kehormatan
DPRD Sleman 2009-sekarang.

Minggu, 24 April 2011

Pengungsi Merapi Keberatan PMI Hentikan Pasokan Air

http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/03/14/brk,20110314-319938,id.html

TEMPO Interaktif, Sleman - Warga korban erupsi Merapi menyatakan keberatan atas rencana Palang Merah Indonesia menghentikan dropping air ke warga pengungsi, Selasa pekan depan. Jika rencana tersebut direalisasikan kebutuhan air bersih di lereng Merapi terancam kesulitan.

“Kebutuhan air warga di lereng Merapi saat ini masih mengandalkan dropping air. Karena pasokan dari perusahaan air minum belum pasti kapan bisa mengalirkan air dari sumber di lereng Merapi karena kondisi alam,” kata Camat Pakem, Sleman, Budiharjo, Senin (14/3).


Saat ini banyak bantuan paralon dari orangisasi swasta maupun perorangan, namun belum bisa dilakukan penyambungan ke sumber air guna mencukupi kebutuhan warga. Sebab, kondisi jalur ke sumber air di Umbul Wadon atau Umbul Lanang masih kerap terkena banjir lahar dingin.

Selain warga yang berada di daerah terdampak erupsi Merapi, perhotelan dan penginapan di sekitar gunung itu juga masih membeli air. Harga air juga cukup tinggi, untuk satu tangki air berisi lima ribu liter, harganya mencapai Rp 100 ribu hingga Rp 120 ribu.


Rencananya, Palang Merah Indonesia akan menghentikan pasokan air ke para pengungsi dan warga di lereng Merapi pada 23 Maret 2011 mendatang. Dropping air akan dilanjutkan oleh pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Pembangunan, dengan 8 truk tangki yang dipunyai. Namun diperkirakan jumlah itu belum mencukupi kebutuhan warga. Karena sebelumnya Palang Merah Indonesia mengirim 70 tangki setiap hari ke lokasi.


Menurut Urip Bahagia, Pelaksana Tugas Badan penanggulanan Bencana Daerah Kabupaten Sleman, masalah air bagi warga di lereng Merapi masih dalam pembahasan. Pihaknya berencana meminta perpanjangan dropping dari Palang Maerah Indonesia. Jika tidak berhasil, akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menyediakan kebutuhan air bersih ini.

“ Kami akan mengupayakan ketersediaanya, baik untuk yang mengungsi, maupun yang tinggal di shelter dan sekitarnya,” kata Urip.

Jumlah warga lereng Merapi dan masih mengandalkan pasokan air lebih dari 20 ribu jiwa, tersebar di kecamatan Cangkringan, Pakem, Turi maupun Tempel.


Saat ini, sedikitnya 2.200 pengungsi Merapi masih berada di barak pengungsian. Terutama di di desa Kepuharjo sebanyak 2000 jiwa dan di desa Wukirsari sebanyak 200-an pengungsi.

Seluruh fraksi DPRD Sleman beberapa waktu lalu menyepakati Keberadaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah kabupaten Sleman secara mandiri. Sebelumnya lembaga ini masih dikelola oleh Dinas Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat. Dengan terbentuknya badan itu pekerjaan penanganan bencana lebih optimal dan maksimal.

“Semua fraksi sependapat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah berdiri sendiri, sebab kebutuhannya sangat mendesak,” kata Wakil Ketua DPRD Sleman, Rohman Agus Sukamto.

MUH SYAIFULLAH

Menanti Landasan Hukum Relokasi Warga Lereng Merapi

http://www.antaranews.com/news/254429/menanti-landasan-hukum-relokasi-warga-lereng-merapi#

Sabtu, 16 April 2011 06:31 WIB |

Yogyakarta (ANTARA News) - Bencana erupsi Gunung Merapi 2010 telah meluluhlantakkan lebih dari 31 dusun di lima desa di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sebanyak 2.613 kepala keluarga (KK) kehilangan tempat tinggalnya, selain itu juga dampak sekunder berupa banjir lahar dingin telah mengakibatkan kerusakan 142 unit rumah warga dan kerusakan sarana dan prasarana lingkungan seperti jembatan, bendung, gorong-gorong, dan jalan desa.

Ribuan korban bencana erupsi Gunung Merapi tersebut saat ini sebagian besar telah menghuni "shelter" atau hunian sementara di masing-masing desa.

Berdasar data dari Disnakersos, tercatat sebanyak 2.290 "shelter" dari 2.613 hunian sementara yang telah disediakan sudah dihuni sedangkan pengungsi lain masih berada di barak pengungsian masing-masing.

Para korban bencana Merapi ini sampai saat ini masih menunggu kepastian terkait dengan rencana relokasi setelah tanah warisan leluhur mereka ini dinyatakan kawasan bahaya dan tidak boleh untuk hunian tetap.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamangku Buwono X mengatakan, masih menunggu keputusan pemerintah pusat terkait kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi daerah terdampak bencana meletusnya Gunung Merapi.

"Menunggu surat dari pusat untuk mengeluarkan surat keputusan guna mengatur tata ruang. Saya kan perlu hasil rapat keputusan ini sebagai dasar untuk mengeluarkan kebijakan, mana yang harus dikosongkan atau yang tidak dimungkinkan pemukiman harus relokasi," katanya usai rapat rekonstruksi dan rehabilitasi Merapi di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (15/4).

Surat keputusan pemerintah tersebut, menurut Sultan akan menjadi dasar hukum bagi Bupati Sleman, Yogyakarta, dalam menata kembali wilayahnya yang terkena dampak meletusnya Gunung Merapi.

"Yang penting kita punya kekuatan hukum supaya Bupati Sleman bisa mengeluarkan kebijakan karena berkaitan dengan rancangan tata ruang wilayah (RTRW)," katanya.

Sultan mengatakan, daerah yang terdampak sampai saat ini masih belum direkonstruksi. Para pengungsi yang direlokasi saat ini berada di hunian sementara yang didirikan pemerintah. Huntara tersebut rencananya akan dijadikan rumah permanen bagi mereka yang daerahnya terkena relokasi.

"Warga yang kehilangan rumah sekarang tinggal di huntara, kita bangunkan rumah di tempat yang sama. Belum ada rekonstruksi, baru huntara. Nanti kalo menjadi lokasi untuk rumah tetap, ya di situ secara bertahap dibangunkan rumah permanen," katanya.

Sultan menambahkan, untuk daerah-daerah yang berada di puncak merapi seperti Kinahrejo akan dikosongkan dan penduduknya di relokasi.

"Kinahrejo mungkin direlokasi karena tidak mungkin dihuni lagi, jadi harus kosong," katanya.

Sementara itu, pemerintah memperkirakan kebutuhan dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi untuk bencana merapi mencapai Rp1,35 triliun, untuk jangka waktu 2011-2013. Kebutuhan dana ini untuk membangun kembali lima sektor dan subsektor yang rusak.

Ke lima sektor itu adalah perumahan Rp247 miliar, infrastruktur Rp417,7 miliar, ekonomi Rp222,2 miliar, sosial Rp149.3 miliar dan lintas sektor Rp314,6 miliar.

Saat melakukan peninjauan di lokasi bencana erupsi di Dusun Kopeng, Desa Kepuharjo, Cangkringan (Rabu 13/4) Sultan menegaskan konsep kawasan rawan bencana dengan sistem radius tidak akan diterapkan lagi di lereng Gunung Merapi, Kabupaten Sleman. "Penentuan kawasan bahaya Merapi akan dibuat lebih tegas lagi," katanya.

Menurut dia, pembagian yang tegas tersebut meliputi, kawasan bahaya yang jelas tidak boleh untuk hunian warga, kawasan bahaya namun boleh dihuni dengan konsekuensi jika terjadi peningkatan aktivitas Merapi harus bersedia mengungsi.

"Selain itu kawasan yang memang benar-benar aman untuk hunian, jadi tidak lagi atas dasar radius yang ditarik garis lurus, tetapi atas dasar potensi ancaman bahaya di masing-masing wilayah, baik ancaman awan panas maupun lahar dingin. Saat ini pembahasan mengenai peta wilayah bahaya tersebut belum selesai digarap," katanya

Ia mengatakan, kawasan yang masuk dalam kategori bahaya dan tidak boleh ditinggali, harus ditaati oleh masyarakat.

"Namun untuk kawasan yang masih boleh ditinggali, harus ada ada komitmen dari warga lereng Merapi, jika ada himbauan dari pemerintah untuk mengungsi, maka harus dipatuhi juga. Ada toleran yang terpenting meminimalisir korban," katanya.


Jadi Hunian Tetap

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif saat dialog dengan warga masyarakat Kepuharjo, Cangkringan Selasa (12/4) di balai pertemuan "shelter" (hunian sementara) Gondang I menyatakan dusun yang masuk kawasan bahaya wajib relokasi.

"Meskipun rancangannya belum sempurna, yang jelas lokasi relokasi tidak terlalu jauh dengan lokasi `shelter` yang saat ini ditempati masyarakat korban erupsi Merapi agar masyarakat tidak terlepas dari budaya asli," katanya.

Ia mengatakan, dimungkinkan lokasi "shelter" menjadi tempat relokasi juga hunian tetap, tetapi bentuk dan desain bangunan dirubah agar memenuhi kelayakan dan juga adanya penambahan fasilitas umum.

"Ditambahkan pula bahwa korban erupsi merapi harus diberi kepercayaan untuk mengatur dan menyelesaikan persoalan, tetapi harus tetap diberi pendampingan agar memenuhi standar kelayakan," katanya.

Disamping itu agar memenuhi kelayakan hunian tetap nanti fasilitas yang harus ada antara lain harus ada kandang ternak, jalan kampung yang memenuhi standar dan fasilitas umum lainnya termasuk ruang publik.

"Sedang untuk kawasan yang tidak untuk hunian akan dipertimbangkan statusnya antara lain bisa juga menjadi hutan lindung ataupun menjadi taman nasional. Dari pilihan tersebut semuanya mengandung konsekuensi masing-masing, tetapi harus bisa diakses masyarakat untuk peningkatan ekonomi masyarakat," katanya.


Selesai Akhir April

Pembangunan "shelter" atau hunian sementara untuk seluruh korban bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dijadwalkan selesai pada akhir April 2011.

Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Urip Bahagia mengatakan dari rencana 2.613 "shelter" yang dibangun telah selesai sekitar 94,6 persen.

"Ada beberapa kendala yang menjadi penghambat pembangunan `shelter`, yakni kebutuhan bambu untuk dinding, iklim ekstrem dan masih sering turun hujan deras hingga menghambat pekerjaan dan masalah penetapan tanah," katanya.

Ia mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan bambu pihaknya harus mencari hingga Tasikmalaya, Jawa Barat dan Jawa Timur. "Ini salah satu penyebab pembangunan `shelter` sampai molor beberapa bulan," katanya.

Urip mengatakan, untuk penetapan lahan di Desa Glagaharjo hampir semua wilayah masuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, hingga tidak boleh untuk hunian warga.

"Namun akhirnya `shelter` kami bangun di daerah yang paling aman di Dusun Jetis Sumur dengan berbagai kesepakatan yang berisi komitemen warga untuk mau segera dievakuasi jika ada peningkatan aktivitas Gunung Merapi," katanya.

Ia mengatakan, untuk pembangunan "shelter" korban banjir lahar dingin ada 46 unit yang meliputi korban di Desa Argomulyo ada 36 rumah dan di Desa Sindumartani 10 buah.

"Rencananya `shelter` untuk korban banjir lahar dingin ini akan dibangun di Dusun Ketingan dan Kuwang, Desa Argomulyo. Untuk rumah warga lain yang terkena lahar dingin, setelah dibersihkan masih layak untuk ditinggali," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, terkait wacana "shelter" yang merupakan tempat hunian sementara korban erupsi segera dijadikan tempat relokasi dan hunian tetap pihaknya belum bisa memastikan.

"Karena keterbatasan lahan yang statusnya masih tanah kas desa, maka rencana tersebut akan dipertimbangkan dan dikaji kembali. Belum pasti `shelter` jadi hunian tetap, namun memang ada wacana kearah tersebut," katanya.

Wakil Ketua DPRD Sleman Rohman Agus Sukamto menegaskan perlunya tata ruang yang bersifat elastis seta memperhatikan dimensi waktu.

"Prinsip kekerabatan dalam menempatkan dan penataan hunian baru juga harus diperhatikan agar hubungan sosial tetap terpelihara," katanya.

Koordinator Walhi DIY Suparlan mengatakan pemerintah harus mengedepankan rehabilitasi berbasis hak, dan bukan hanya menjadi bagian dari program semata.

"Kebutuhan pengungsi tidak hanya `shelter` tetapi meliputi juga masalah kesehatan, air, sanitasi dan pangan," katanya. (V001/Z002/K004)

Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011

Pemkab Bantah Kartu Aspal Kadinkes: Warga Tak Paham Prosedur

Saturday, 09 April 2011 10:57

http://www.radarjogja.co.id/berita/metropolis/15706-pemkab-bantah-kartu-aspal-.html

SLEMAN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman meluruskan pemberitaan soal kartu jaminan kesehatan (jamkes) bagi warga korban Merapi yang dinilai tak berfungsi. Kepala Dinas Kesehatan Sleman Mafilindati Nuraini membantah kartu yang dipegang warga palsu. Tidak berfungsinya kartu menurutnya karena kurangnya pemahaman warga mengenai penggunaan fasilitas jamkes tersebut.
“Ada prosedur yang mungkin masyarakat kurang memahami. Padahal jaminan kesehatan untuk warga korban Merapi itu dipastikan bisa digunakan,” bantah Mafilindati dalam jumpa pers di Pemkab Sleman, kemarin (8/5).
Pernyataan Kadinkes Sleman ini sebagai klarifikasi terhadap pemberitaan sebelumnya yang menyatakan bahwa kartu jamkes yang diberikan kepada warga korban Merapi tak bisa digunakan (Radar Jogja, 7/5). Seperti diberitakan sebelumnya Kaur Kesra Pemdes Wukirsari Heru Santoso mengaku mendapat keluhan dari warga terkait kartu jamkes yang diberikan. Kartu tersebut tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya. Beberpa warga masih diharuskan membayar saat melakukan pengobatan di rumah sakit.
Mafilinda memaparkan untuk menggunakan kartu jamkes, warga terlebih dahulu harus melalui tahapan selanjutnya. Yakni melaporkannya ke kantor Askes dan menukarkan kartu jamkes dengan kartu jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas). ”Setelah mendapat kartu tersebut, barulah bisa digunakan untuk jaminan di rumah sakit dan pengobatan bisa gratis,” imbuh Mafilindati.
Dijelaskan, ada 13 rumah sakit yang bisa melayani jamkes bagi warga Merapi di kawasan rawan bencana (KRB). Antara lain RSUP Sarjito, RSUD Sleman, RS Prambanan, RS Grhasia, RS Puri Husada, RS Condong Catur, RS Panti Nugroho, RS Mitra Paramedika, RS Sakina Idaman, RS PDHI, RS Bhayangkara, RS Panti Rini dan RS Queen Lativa. ”Selain itu, kartu jamkes tidak bisa digunakan,” terangnya.
Jumlah warga Merapi yang dijamin jamkes di Sleman ada 144.660 jiwa. Semuanya merupakan warga yang tinggal di kawasan rawan bahaya Merapi di tujuh kecamatan, yakni Cangkringan, Pakem, Turi, Ngemplak, Tempel, Ngaglik, dan Kalasan.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Sleman Rohman Agus Sukamto mengaku tidak bisa menerima penjelasan yang diberikan Mafilinda. Sebab, dari keluhan yang diterimanya kondisi yang dialami warga berbeda. “Tidak semudah itu. Ada yang pernah di pingpong untuk pengurusan ini,” tuturnya ditemui di kantor DPRD DIJ.
Rohman menegaskan segera akan meminta klarifikasi terkait dengan persoalan ini. Dalam waktu dekat, dewan akan memangil Dinkes Sleman untuk meminta penjelasan. ”Kami ingin kebijakan yang dikeluarkan pemerintah benar-benar mengutamakan kepentingan warga di Merapi,” tandasnya. (nis)

400 Perumahan Sleman Tak Patuh

400 Perumahan Sleman Tak Patuh

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/386698/

Sunday, 13 March 2011
SLEMAN– Sekitar 400 lokasi perumahan di Sleman tidak taat aturan. Dari 800 lokasi perumahan yang ada, 50% di antaranya diketahui melanggar Peraturan Bupati (Perbup) No 11/2007 tentang Pengembangan Perumahan.

Data Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (DPUP) Sleman menyebutkan, separuh perumahan yang ada di Sleman belum menyediakan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) sebagaimana yang diatur dalam perbup itu. Kepala Seksi Pengembangan Perumahan DPUP Sleman Muhammad Nurochmawardi membenarkan hal tersebut.Sesuai dengan perbup, untuk site plan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi pengembang.

Di antaranya perbandingan fasum dengan lahan antara 30% dan 40%.Bagi perumahan yang jumlah kavelingnya di bawah 50 unit maka luas fasumnya 30% dari luas lahan yang ada. Kalau perumahan yang memiliki kaveling di atas 200 unit maka fasumnya 40% dari luas lahan yang ada. Jika mengacu pada perbup ini, mestinya yang 30% dan 40% dari luas lahan perumahan diperuntukkan untuk fasum maupun fasos, seperti jalan, drainase, balai pertemuan,dan tempat ibadah.Namun,selama ini fasum maupun fasos yang disediakan hanya berupa jalan, sedangkan yang lainnya tidak ada.

”Biasanya itu dilakukan pengembang kecil yang tidak masuk dalam asosiasi pengembang perumahan.Mereka hanya mengejar keuntungan sehingga tidak menyediakan fasum dan fasos,”paparnya kemarin Selain masalah site plan, untuk pembangunan perumahan juga banyak yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Kondisi ini terjadi lantaran pengembang tidak memiliki site plan. Terutama bagi pengembang dengan kaveling kecil. Untuk mendapatkan site plan maka pengembang juga harus menaati ketentuan kaveling minimal.

Kaveling minimal yang ditentukan adalah 125 m? untuk daerah luar resapan air hujan dan 200 m? untuk daerah yang berada di kawasan resapan air hujan. ”Site planini merupakan salah satu syarat dikeluarkannya IMB. Jika site plan tidak terbit tentu IMB juga tidak turun.Sehingga dengan kenyataan tersebut, konsumen yang dirugikan,” paparnya. Selain site plan,persyaratan untuk mencari IMB adalah harus memiliki izin pemanfaatan tanah (IPT), dokumen lingkungan, dan pecah kaveling di Badan Pertanahan Nasional (BPN).Jika semua persyaratan ini terpenuhi, IMB dipastikan keluar.

”Biasanya para pengembang tersebut tidak memenuhi syarat itu, dan kavelingnya kecil sehingga mencari IMB terkesan sulit,” ungkapnya. Wakil Ketua III DPRD Sleman Rohman Agus Sukamto mengaku sangat prihatin dengan masih banyaknya lokasi perumahan di Sleman yang belum sesuai dengan ketentuan, terutama Perbup No 11/- 2007.

Karena itu,pihaknya minta adanya ketegasan dari pemkab terhadap masalah ini. Jika ini dibiarkan, yang menjadi korban tentunya warga itu sendiri. ”Ini juga membuktikan kesejahteraan warga Sleman masih perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari pemkab. Khususnya menandakan pembangunan di Sleman belum merata, yaitu belum dapat menjangkau semua lapisan masyarakat,” paparnya. priyo setyawan

Gubernur Tak Kirim Sekda ke Sleman



JOGJA - Tiga pejabat Pemkab Sleman yang dinominasikan menjadi kandidat sekretaris daerah (sekda) telah menjalani uji kepatutan dan kelayakan di depan Gubernur DIJ Hamengku Buwono X. Setelah menguji, HB X menilai secara administrasi semua calon memenuhi persyaratan.
”Harapannya bisa terpilih yang baik dari yang terbaik,” ujar Gubernur di Kepatihan kemarin (29/3). Adapun tiga kandidat Sekda Sleman itu adalah Staf Ahli Bupati Sleman Dwi Supriyanto, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Slamet Riyadi Martoyo, dan Assekda Perekonomian dan Pembangunan dr Sunartono.
Mereka diuji sejak pukul 9.00 di ruang kerja gubernur. Setelah menguji selama dua jam, sekitar pukul 11.00, HB X meninggalkan Kepatihan untuk menghadiri acara ke Jakarta. Proses seleksi menyangkut persoalan teknis dilanjutkan Sekprov DIJ Tri Harjun Ismaji. Selama uji kepatutan dan kelayakan berlangsung, Bupati Sleman Sri Purnomo dan Sutrisno, Sekda Sleman yang akhir Maret ini pension, juga ikut hadir.
Meski telah mewawancarai tiga pejabat Sleman, HB X enggan menjelaskan materi pertanyaaan yang diajukan. “Untuk dialog dengan saya sudah selesai. Tentang apa saja isinya, nggak perlu lah,” elaknya.
Dengan pertimbangan yang memakai Sekda hasil seleksi itu adalah bupati Sleman, HB X menambahkan segera memproses hasil uji kepatutan dan kelayakan tersebut. Pemprov juga tak punya rencana mendrop pejabat dari provinsi untuk ditempatkan sebagai Sekda Sleman seperti pengalaman Sutrisno. Untuk diketahui sebelum menjadi Sekda Sleman, Sutrisno merupakan pejabat provinsi yang bertugas di Badan Kementerian Dalam Negeri.
“Nggak, kita nggak akan kirimkan (pejabat ke Sleman),” tandas Gubernur.
Berdasarkan catatan, bukan hal baru Sekda Kota dan Kabupaten se-DIJ dikirimkan dari pejabat di lingkungan Pemprov DIJ. Untuk Sleman, selama lebih dari 10 tahun terakhir Sekda yang menjabat semuanya berasal dari luar Sleman. Sebelum Sutrisno, Sekda Sleman dijabat RM Tirun Marwito yang sebelumnya menjadi kepala Biro Umum Setprov DIJ.
Menanggapi proses seleksi calon Sekda Sleman itu, Wakil Ketua DPRD Sleman Rohman Agus Sukamto mengaku tak punya banyak harapan akan mampu mempercepat perubahan di Sleman. Bahkan secara lugas bila pihaknya diizinkan memilih, Agus lebih sreg bila Bupati Sleman Sri Purnomo mengimpor pejabat dari luar Sleman. Misalnya dari Provinsi DIJ.
Pengalaman itu merujuk kebijakan Bupati Arifin Ilyas saat mengimpor Sutrisno yang berlatar belakang dari pejabat fungsional Diklat Kementerian Dalam Negeri. Kebijakan ini juga ditiru Bupati Ibnu Subiyanto mendatangkan Tri Harjun Ismaji dari Kementerian Kimpraswil (sekarang PU) menjadi kepala Bappeda Sleman.
Belakangan Tri Harjun ditarik gubernur menjadi kepala Dinas Kimpraswil sebelum akhirnya menjabat Sekprov DIJ.
“Dalam kondisi sekarang impor pejabat Sekda lebih baik,” ucapnya.
Direktur Masyarakat Sleman Transparansi (MST) Andi Pettanessa setuju dengan pendapat Agus. Baginya lebih tepat bila bupati Sleman mengimpor pejabat dari Pemprov DIJ seperti dilakukan pendahulunya. “Atau di balik, gubernur dengan kewenangannya bisa mengekspor pejabat provinsi ke Sleman. Sekda Sleman didrop saja dari pemprov,” desaknya.
Dari rekam jejak yang dicatat MST, tiga pejabat yang dipilih Sri Purnomo itu cenderung tak memiliki prestasi yang spektakuler selama menjabat. Selain cenderung kalem dan low profile, tak banyak kinerja menonjol ditunjukan tiga kandidat tersebut.
Justru yang menjadi catatan publik, salah satu diantara tiga calon tersebut turut terlibat dalam kebijakan kontroversial sebuah proyek penunjukan langsung yang sekarang ditangani Kejari Sleman.
Dalam kesempatan itu, Andi berharap pemprov bisa menjadi filter dalam menjaring calon sekda Sleman. Dengan demikian calon yang dipilih betul-betul berkualitas dan mampu mengemban amanah secara baik. Di samping itu, sekda Sleman harus punya ketegasan dan keberanian mengambil kebijakan. “Jangan sampai pejabat publik gampang disetir atau menjadi boneka oleh berbagai kepentingan baik itu
eksternal maupun internal,” tutur Andi. (kus)

Laporan PAD Sleman Molor

http://www.krjogja.com/news/detail/43777/Laporan.PAD.Sleman.Molor.html

Jumat, 30 Juli 2010 18:05:00
Ilustrasi (Foto:Dok)

SLEMAN (KRjogja.com) - Badan Anggaran DPRD Kabupaten Sleman menilai laporan tentang pendapatan asli daerah (PAD) Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) pada semester satu tahun 2010 terlambat dan seharusnya disampaikan pada Juli 2010.

"Realisasi pencapaian PAD harusnya dialporkan eksekutif setiap semester. Ini sudah akhir Juli, kami masih belum menerima laporannya. Padahal, saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBDP) 2010 sudah mulai dibahas," kata Pimpinan Banggar DPRD Sleman Rohman Agus Sukamto saat sidang anggaran di Kantor DPRD Sleman, Jumat (30/7).

Terpisah, Kepala DPKKD Sleman, Samsidi, membantah jika pihaknya molor dalam memberikan laporan PAD ke dewan. Dirinya mengaku sudah menyelesaikan perhitungan laporan PAD semester pertama 2010.

"Kalaupun prosesnya berlangsung hingga akhir Juli, itu tidak bisa dikatakan terlambat. Laporan sudah selesai dan sudah ditandatangi semua. Nanti setelah Jumatan baru mau diserahkan. Jadi, tidak ada kata molor," sanggahnya ketika dikonfirmasi wartawan.

Menurut Samsidi, PAD semester pertama 2010 sudah mencapai 53,28 persen dari target. Jika APBD 2010 menargetkan jumlah PAD Rp 147 miliar, maka saat ini pemerintah daerah sudah berhasil mendapatkan sebanyak Rp 78,3 miliar.

"Kalau hingga akhir semester kedua besok, kami optimis tercapai target. Tahun kemarin saja realisasi juga lebih dari target,” ujarnya Samsidi. (Dhi)

Penting, Validasi Koperasi dan UMKM Korban Merapi

Penting, Validasi Koperasi dan UMKM Korban Merapi

Selasa, 15 Pebruari 2011 19:11:00
http://www.krjogja.com/news/detail/70917/Penting..Validasi.Koperasi.dan.UMKM.Korban.Merapi.html

Ilustrasi. Foto: Dok

SLEMAN (KRjogja.com) - DPRD Sleman minta pemerintah agar benar-benar melakukan verifikasi data terkait Koperasi dan UMKM terdampak erupsi Merapi. Hal ini sangat penting agar kebijakan pemberian bantuan bisa tepat sasaran.

Wakil Ketua DPRD Sleman, Rohman Agus Sukamto menjelaskan, pihaknya sudah meneruskan usulan Pemkab Sleman mengenai penghapusan kredit koperasi dan UMKM sebesar Rp 10 miliar. "Ada 16 unit koperasi dan UMKM yang diusulkan penghapusan kredit senilai Rp 10 miliar kepada Kementrian Koperasi dan UKM. Namun, kami minta pemerintah bisa melakukan cek dan ricek terkait koperasi dan UMKM terdampak erupsi Merapi itu," ungkapnya kepada KRjogja.com, Selasa (15/2).

Validasi data tersebut, lanjut Agus, supaya keputusan pemerintah bisa tepat sasaran. Jangan sampai, koperasi dan UMKM yang kreditnya sudah macet sebelum erupsi justru turut terdaftar. "Kalau sampai begitu kan kasihan dengan koperasi dan UMKM yang benar-benar menjadi korban erupsi Merapi. Hal ini semata-mata atas dasar rasa keadilan," imbuhnya.

Dijelaskan Agus, saat DPRD Sleman melakukan kunjungan kerja ke Kementrian Koperasi dan UKM, ada 2 kebijakan yang mungkin ditempuh oleh pemerintah. Yakni penghapusan hutang atau penghapusan buku. "Kalau penghapusan hutang, maka kredit yang macet itu sudah diputihkan. Sedang kalau penghapusan buku, maka bunga hutang dihapuskan hingga koperasi dan UMKM itu bisa mencicil hutangnya kembali," paparnya.

Selain itu, khusus untuk Industri Kecil dan Menengah (IKM), pihak dewan mendesak agar ada penangguhan pembayaran kredit selama 6 bulan. Pihaknya mendesak Bank Indonesia (BI) untuk melakukan konsolidasi dengan bank swasta. "Selama ini, IKM banyak yang melakukan perkreditan kepada bank swasta. Nah, kami sudah meminta BI agar mengeluarkan surat edaran penghentian penagihan selama 6 bulan," jelas Agus.

Namun demikian, pemerintah sudah akan memberikan dorongan bagi IKM terdampak erupsi Merapi. Yakni berupa bantuan peralatan, pemberian pelatihan dan bantuan promosi. (Dhi)

Selasa, 01 Maret 2011

KETERBUKAAN INFORMASI DAN OPTIMALISASI PELAYANAN PUBLIK TANTANGAN KABUPATEN SLEMAN KE DEPAN

KETERBUKAAN INFORMASI DAN OPTIMALISASI PELAYANAN PUBLIK
TANTANGAN KABUPATEN SLEMAN KE DEPAN

Arief Hartanto SE.
Staf Ahli Fraksi

I. Pendahuluan
Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menilai bahwa hak ini penting bagi perjuangan hak-hak yang lainnya. Hak ini menjadi sokoguru pemerintahan yang transparan dan partisipatoris, yang dengannya menyediakan jalan lempang bagi tersedianya jaminan pemenuhan hak-hak fundamental dan kebebasan lainnya. Dengan pertimbangan itu pula, maka hak atas informasi sebagai bagian dari kebebasan berpendapat kemudian dimasukkan ke dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Di dalam Pasal 19 DUHAM dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa memandang batas-batas wilayah.

Pemerintah Indonesia selanjutnya mempunyai kewajiban untuk menjalankan ketentuan-ketentuan tersebut. Kewajiban yang diembannya terdiri atas tiga bentuk, yaitu menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil). Kewajiban untuk menghormati (obligation to respect) adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidak melakukan intervensi, kecuali atas hukum yang sah (legitimate).

Penegasan atas hak atas informasi dinyatakan dalam UU No. 39/1999 tentang HAM. Di dalam Pasal 14 dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Hak ini diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial.


2. Lahirnya UU No. 14/2008 tentang Kebebasan Informasi Publik (UU KIP), sebuah Angin segar untuk keterbukaan Informasi. .

Konstitusi RI Pasal 28F amanatkan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Lebih lanjut pengaturan mengenai perlindungan hak ini dituangkan dalam UU No. 14/2008 tentang Kebebasan Informasi Publik (UU KIP). Di dalam UU ini diatur tentang kewajiban-kewajiban badan publik, dalam melayani informasi publik sesuai dengan klasifikasinya, yaitu informasi serta merta, informasi reguler, dan informasi yang tersedia setiap saat. Misalnya, terhadap informasi yang bersifat serta merta, badan publik wajib mengumumkannya tanpa penundaan, sebab jika tidak diumumkan segera, akan mengakibatkan kerugian besar bagi kehidupan. Informasi dalam kategori ini antara lain informasi tentang bencana dan endemi suatu penyakit di daerah tertentu. Jika tidak menjalankan kewajiban, badan publik (lembaga pemerintah) dapat dikenakan sanksi. Dengan begitu, ke depan badan publik diharapkan akan jauh lebih terbuka. Keterbukaan ini akan membuka peluang bagi publik untuk melakukan kontrol terhadap tindakan dan kebijakan badan publik dalam penyelenggaraan negara.
Atas dasar landasan konstitusi itulah pada tanggal 30 April 2008 terbit UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang berlaku sejak 2 tahun kemudian tepatnya 30 April 2010. Regulasi ini bertujuan diantaranya: (a). menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; (b). mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; (c). meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; (d). mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
UU KIP menciptakan ruang yang cukup bagi terciptanya akuntabilitas publik yang menjamin hak masyarakat untuk mengetahui rencana pembuatan program kebijakan dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatu keputusan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Dengan demikian ia akan mendorong terwujudnya penyelenggaraan negara yang baik, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien. Di samping itu, UU ini juga akan mampu mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.
Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan,disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Ada beberapa jenis informasi publik yang diatur dalam regulasi tersebut diantaranya:informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, informasi yang wajib tersedia setiap saat dan informasi yang dikecualikan.
Sedangkan pengertian Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.

Terkait dengan pelaksanaan UU 14 tahun 2008 pada 20 Agustus 2010 terbitlah PP 61 tahun 2010 (diundangkan 23 Agustus 2010). Hal yang penting diatur yaitu terkait PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), yaitu pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan / atau pelayanan informasi di badan publik.
Termaktub diantaranya dalam Pasal 12 (1) Pejabat yang dapat ditunjuk sebagai PPID di lingkungan Badan Publik Negara yang berada di pusat dan di daerah merupakan pejabat yang membidangi Informasi Publik. (2) PPID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh pimpinan setiap Badan Publik Negara yang bersangkutan. (3) PPID di lingkungan Badan Publik selain Badan Publik Negara ditunjuk oleh pimpinan Badan Publik yang bersangkutan.
Pasal 21 PP tersebut juga amanatkan PPID harus sudah ditunjuk paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan (Pasal 21 ayat 1) berarti tanggal 23 Agustus 2011.Dalam hal PPID belum ditunjuk, tugas dan tanggung jawab PPID dapat dilakukan oleh unit atau dinas di bidang informasi, komunikasi, dan/atau kehumasan ( pasal 21 ayat 2 ).
Khusus terkait Badan Publik Negara dalam hal ini Pemda, Mendagri pada 14 Mei 2010 telah mengeluarkan Permendagri 35 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemda. Khusus untuk pemerintahan Kabupaten,PPID ditetapkan oleh Bupati (Pasal 7 ayat 5) dan dibantu oleh PPID Pembantu yang berada di lingkungan SKPD(Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan atau Pejabat Fungsional (Pasal 8 ayat 6). Sedangkan tata kerja PPID di lingkungan Pemkab diatur dalam Peraturan Bupati (Pasal 12 ayat 3 )
Isu krusial lain terkait pelembagaan keterbukaan informasi publik di ranah kabupaten yaitu pembentukan komisi informasi kabupaten (jika dibutuhkan, berdasar Pasal 24 ayat 3) yang berwenang dalam penyelesaian sengketa informasi publik menyangkut badan publik di kabupaten bersangkutan ( UU 14/2008 Pasal 27 ayat 4 )
Prinsip Informasi Publik berdasar UU 14 Tahun 2008 adalah dengan
Asas
 Terbuka dan dapat diakses setiap pengguna
 Informasi yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
 Informasi diperoleh dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.

Tujuan
 Hak warga negara
 Mendorong partisipasi
 Peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan.
 Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.
 Mengetahui alasan kebijakan publik.
 Mengembangkan ilmu pengetahuan.
 Meningkatkan pengelolaan informasi pada badan publik.
Keterbukaan informasi publik nyata-nyata merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Sebagai contoh kita dapat membuka website pemerintah daerah, misalnya Pemerintah Kota Jogjakarta atau Pemerintah Kabupaten Malang, dengan mudah akan bisa diakses APBD (anggaran belanja pendapatan daerah) -data yang pada masa lalu dianggap sakral alias rahasia. Atas praktik transparansi dan akuntabilitas itu, tak mengherankan bila Pemkab Malang tahun ini kembali mendapat anugerah Otonomi Award dari Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP). Jadi web site Pemda bukan sekedar memajang info-info yang bersifat kehumasan semata, namun juga bisa membuka akses bagi masyarakat untuk hal-hal yang memang layak dan bisa diketahui untuk kepentingan masyarakat dalam konteks pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini penting karena selama ini informasi adalah sesuatu yang “mahal” bagi sebagian masyarakat yang belum atau tidak memiliki akses kepada sumber informasi tersebut.



C. Kesiapan Pemda Sleman menyongsong UU KIP.
Untuk Kabupaten Sleman hal ini oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika dengan mengacu pada Dasar Hukum:
 Perda No 9 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman
 Peraturan Bupati Sleman Nomor : 32 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sleman
Yang dalam hal ini Memberikan dukungan teknis dalam penyediaan informasi publik di Pemda Sleman dari proses menghasilkan, penyimpanan , pengelolaan, pengiriman dan atau penerimaan informasi publik oleh Pemda Sleman yang antara lain meliputi :
1. Pengembangan dan Pengelolaan Infrastruktur Online
2. Pengembangan Data Center
3. Pengembangan Aplikasi layanan pemerintah
4. Pengembangan aplikasi SMS Gateway
5. Pengelolaan intranet dan internet
Di era keterbukaan dan fairness saat ini hal ini bukanlah menjadi kendala jika memang masyarakat berkeinginan untuk mendapatkan hberbagai informasi tersebut. Hal ini dapat diakses melaui berbagai saluran dan kran keterbukaan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat Sleman antara lain melalui :
 Portal Web Sleman à http://www.slemankab.go.id
 Sistem Penanggulangan Kemiskinan à http://pronangkis.slemankab.go.id
 Sistem Pelayanan Perizinan Terintegrasi (72 Jenis Perizinan) à http://perizinan.slemankab.go.id
 Sistem Pelayanan Pengaduan Keluhan dan Saranà http://keluhan.slemankab.go.id
 Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK Online)
 Sistem Pelayanan Catatan Sipil (layanan Akta Kelahiran, Kematian, Perkawinan, dll)
 Sistem Pendaftaran CPNS Online à http://cpns.slemankab.go.id
 Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik à http://lpse.slemankab.go.id
 Sistem Layanan SMS Gateway à http://sms.slemankab.go.id

Penutup
Jika partisipasi masarakat sudah maksimal, “kran-kran” transparansi atas informasi publik telah dibuka seluas-luasnya, serta kebijakan pembangunan pemerintah selalu berpihak pada rakyat, maka bukan isapan jempol akan tercipta demokrasi dan kemakmuran yang sesungguhnya. Dari, oleh dan untuk rakyat bukan lagi hanya ada dalam teori buku teks book pemerintahan yang setebal bantal dan cerita di buku-buku dongeng melainkan riil adanya di Sleman, dan bukan isapan jempol bahwa Kabupaten Sleman akan tercipta masyarakat yang SEMBADA sebnar-benarnya .





DAFTAR PUSTAKA
Ifdhal Kasim, MAkalah Diskusi “ Kebebasan Memperoleh Informasi dan Rahasia Negara, IDSPS,18 Februari 2009
Makalah pada Workshop “ Menggagas Keterbukaan Informasi yang sesungguhnya ( Implementasi UU KIP untuk semua Badan Layanan Publik )” Ma’arif Institute Sleman,Kamis, 24 Februari 2011
Koalisi untuk Kebijakan Informasi, Kebebasan Informasi di Beberapa Negara. Koalisi untuk
Lembar tentang P2TDP (Prakata Pembaruan Tata Pemerintahan Daerah)
Republik Indonesia (2004) Perda Kabupaten Lebak No. 6 tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintah dan Pengelolaan Pembangunan di Kabupaten Lebak.
www.icel.or.id/transparansi dan partisipasi.com
www.pbet.org/produk hukum/perda/A-P.com










NASKAH AKADEMIK
DISUSUN OLEH :
Arief Hartanto SE.
Staf Ahli Fraksi

PARTAI AMANAT NASIONAL
DPRD KABUPATEN SLEMAN


PERIODE FEBRUARI 2011

Rabu, 05 Januari 2011

Sikap FPAN Sleman RRUK DIY

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
DPRD KABUPATEN SLEMAN
Jln. Parasamya Beran, Sleman, Yogyakarta.


SIKAP FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
DPRD KABUPATEN SLEMAN

TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG KEISTIMEWAAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DISAMPAIKAN DALAM RAPAT PARIPURNA TERBUKA
DPRD SLEMAN 6 JANUARI 2011

Assalamu’alaikum wr. wb.
Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang Mulia Pimpinan Rapat Paripurna,
Yang Mulia Gubernur DIY, Sri Sultan Hemengkubuwono X dan Wakil Gubernur Sri Paduka Paku Alam IX,
Yang kami hormati Saudara Bupati Sleman, dan Saudari Wakil Bupati
Yang kami hormati Pimpinan dan para anggota DPRD Kabupaten Sleman,
Yang kami hormati dan kami cintai segenap Elemen Masyarakat, dan Seluruh Kawulo Penghuni Bumi Mataram yang kami banggakan,

Puji dan syukur marilah senantiasa kita panjatkan ke Hadirat Allah Azza Wajalla, Sang Penguasa Tunggal Jagat Raya. KuasaNya tak terbatas oleh ruang dan waktu, sedangkan kuasa manusia tidaklah bermakna apa-apa di HadapanNya. Oleh karenanya tidak akan ada artinya apabila manusia bersikap semena-mena ketika sedang diuji dengan secuil kuasa karena sesungguhnya yang paling mulia di Hadapan Sang pencipta Allah Swt, adalah mereka yang paling bertaqwa kepadaNya. Bersama ini kami sampaikan Sikap Fraksi Partai Amanat Nasional DPRD Kabupaten Sleman sebagai berikut :

Pendahuluan

Pasca terjadinya erupsi Merapi November 2010 yang lalu sampai sekarang masih menyisakan rasa pilu dan keprihatinan kita bersama bahkan sampai detik ini pula masih dirasakan oleh saudara- saudara kita. Hanya dengan semangat kekeluargaan dan kebersamaan jualah yang akan menghantarkan kita kembali menjadi masyarakat yang selalu teguh dan berjiwa besar serta mempunyai rasa optimis bahwa masyarakat Yogyakarta ini akan lebih jaya serta kembali pulih seperti sediakala sehingga dengan kebersamaan, kekeluargaan akan menjadikan Yogyakarta ini sebagai daerah yang harmonis, indah, gemah ripah loh jinawi sehingga akan menjadi harapan baru dalam Pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat, sehingga akan memperkuat perjuangan dan kebangkitan kembali Daerah Istimewa Yogyakarta seperti pada zaman Kejayaan Bumi Mataram waktu itu.
Namun nampaknya ketenangan serta keharmonisan Kawulo Mataram ini terusik dengan adanya polemik berkepanjangan mengenai Rancangan Undang- undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang sampai saat ini belum ada penyelesaianya, untuk itu perkenankanlah Fraksi Partai Amanat Nasional menyampaikan sikapnya atas Rancangan Undang Undang Keistimewaaan Yogyakarta.
Bahwa Kami Fraksi PAN Kabupaten Sleman adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kawulo NgayogyakartaHadiningrat serta dipercaya oleh masyarakat Sleman untuk mewakili, menyerap aspirasi dan menindaklanjuti dengan solusi untuk kepentingan pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat Sleman sehingga sudah sepantasnya Fraksi PAN mengapresiasi kuatnya keinginan masyarakat Yogyakarta wabilkhusus masyarakat Sleman. Kami menyadari bahwa selaku anggota Dewan dari PAN adalah lahir dari Bumi Mataram, nenek moyang kami terlahir dan ikut berjuang dalam mencapai Kemerdekaan, kami minum dari air bumi Mataram dan kami makan dari hasil bumi Mataram, sehingga kami tidak akan mengingkari bahkan selalu memperjuangkan kepentingan dan keinginan atas aspirasi masyarakat Sleman tentang status keistimewaan yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan ada sebagian kelompok masyarakat yang hidup di bumi Ngayojokarta Hadingingkrat ini tidak merespon dan tidak memperjuangkan atas kehendak Mayarakat Negari Ngayojokarto Hadiningrat, persoalan ini benar benar menyakitkan masyarakat,
Fraksi Partai Amanat Nasional dapat memahami dan ikut merasakan semangat untuk selalu mempertahankan keberadaan Yogyakarata sebagai kota Perjuangan, kota Budaya, kota Pendidikan dan sebagai kota yang selalu mempertahankan aspek aspek Historis, Filosofis, yuridis dan sosio Politis, sehingga Keistimewaan Yogyakarta menjadi harga mati untuk diperjuangkan. Bukankah masih jelas terngiang seruan Bung Karno yang dikenal dengan “ Jasmerah (Jangan Sekali- kali Melupakan Sejarah)” , tapi nyatanya masih ada juga segelintir orang atau kelompok yang tidak peduli untuk memperjuangkan dari keiinginan sejarah keberadaan Yogyakarta Hadiningrat, keberadaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang bergelar Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono Ingkang Jumeneng kaping IX Sayidin Panotogomo Kalifatullah dan Paku Alam VIII telah menyampaikan melalui Maklumat 5 September 1945 yang dengan kebesaran jiwa bergabung dengan Republik Indonesia.

Hadirin Sidang paripurna yang kami muliakan
Setelah Fraksi Partai Amanat Nasional DPRD Kabupaten Sleman memperhatikan aspirasi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap keistimewaan DIY baik yang disampaikan secara lisan, langsung maupun melalui surat yang dikirim serta telah dilakukannya Jaring Asmara yang dilakukan oleh Partai Amanat Nasional, maka perkenankanlah kami menyampaikan Sikap Fraksi PAN DPRD Kabupaten Sleman atas Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta sebagai berikut :

Sikap Fraksi PAN Sleman
1. Mempertahankan DIY sebagai daerah Istimewa dalam Bingkai dan sistim Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Mengusulkan pengisian Jabatan Gubernur dan wakil Gubernur DIY melalui Penetapan
3. Penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam pengisian Gubernur dan Wakil Gubernur dengan mengangkat Sri Sultan HB X dan Pakualam IX.
4. Mendukung pemerintah Pusat dan DPR RI untuk membentuk dan menyelesaikan UUK DIY dengan mendasarkan aspek historis, filosofis, yuridis dan sosio politik DIY.
5. Keistimewaan DIY sudahlah final, yang artinya sampai kapanpun DIY harus tetap Istimewa.
6. Substansi Keistimewaan DIY harus diatur dalam Undang-Undang Keistimewaan DIY, sebagaimana telah diamanahkan dalam Pasal 18 B UUD 1945, yang menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, yang diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian Undang-Undang Keistimewaan DIY merupakan Hak Konstitusional Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebaliknya merupakan Kewajiban Konstitusional Negara untuk mewujudkannya.
7. FPAN mengusulkan agar substansi Keistimewaan DIY meliputi keistimewaan di bidang pengisian jabatan Gebernur dan Wakil Gubernur, Keistimewaan di bidang pendidikan, Kebudayaan, Pertanahan, tata ruang dan keistimewaan berupa hak keuangan daerah untuk melaksanakan keistimewaan yang bersumber dari APBN.
8. Terkait dengan tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Fraksi PAN sangat menghormati dan memahami kehendak dan sikap masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Fraksi PAN sebagai kepanjangan tangan dan penyambung lidah masyarakat DIY berpendapat bahwa apapun yang terbaik bagi masyarakat DIY, harus diperjuangkan. Karena itu Fraksi PAN menyatakan sikap bahwa penetapan Gubernur dan Wakil Gebernur Daerah Istimewa Yogyakarta adalah merupakan pilihan terbaik.
9. Fraksi PAN juga mengusulkan agar dalam draft RUUK DI Yogyakarta dimasukkan aturan proses suksesi kepemimpinan Kasultanan dan Pakualaman, sekaligus Kepemimpinan DIY secara jelas, untuk menghindari kemelut yang mungkin terjadi, bila salah satu atau kedua Pimpinan DIY (yakni Gubernur dan Wakil Gubernur) berhalangan tetap.
10. Fraksi PAN berpendapat bahwa Kepemimpinan yang bersifat turun temurun, sekalipun mungkin dianggap tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang mengharuskan adanya rotasi kepemimpinan secara demokratis lewat pemilihan, harus dianggap konstitusional sesuai dengan ketentuan Pasal 18B UUD 1945.
11. Fraksi PAN menghimbau agar Pemerintah Pusat dan DPR RI secara kreatif dan inovatif dapat menggabungkan antara suksesi kepemimpinan Kasultanan dan Pakualaman dengan pesan-pesan UUD 1945 sehingga tercapai harmonisasi secara mantap bagi masa depan DIY.
12. Fraksi PAN mendesak agar segera diadakan musyawarah nasional, yang menghadirkan unsur-unsur masyarakat DIY bersama DPRD Provinsi DIY, DPR RI dan Pemerintah, untuk memperoleh pandangan yang lebih komprehensif, realistis, dan sesuai dengan realitas sosial, budaya, dan politik masyarakat DIY.
13. Fraksi PAN berharap agar Kesultanan dan Pakualaman berdiri kokoh diatas semua kepentingan masyarakat DIY, bersikap netral, menjadi payung besar yang mengayomi semua warga Yogyakarta dan tidak berafiliasi pada partai politik manapun.
14. Fraksi PAN menghimbau agar gelar Sultan ’Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ing Ngayogyakarta Hadiningrat tetap dipertahankan. Gelar ini memiliki makna filosofis bahwa keraton Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan atas pondasi nilai-nilai ajaran Islam, sehingga optimalisasi peran Keraton dalam pengembangan kehidupan keagamaan masyarakat DIY merupakan sebuah keniscayaan.

Penutup

Hadirin yang kami hormati.
Demikian sikap dan pendapat fraksi Partai Amanat Nasional yang dapat kami sampaikan. Semoga Allah meridloi dan melindungi sikap dan langkah yang kita putuskan. Dengan hati yang tulus, kami memohon maaf apabila dalam penyampaian sikap dan pendapat kami, terdapat kata yang kurang berkenan.

Billahittaufiq Walhidayah
Nasrun Minallah Wafathun Qorib
Albirru manittaqo
Assalamu’alaikum Wr Wb

Sleman, 6 Januari 2011


Ketua Fraksi Juru Bicara




Nur Hidayat A.Md H.Martono S.Tp