Minggu, 24 April 2011

Pemkab Bantah Kartu Aspal Kadinkes: Warga Tak Paham Prosedur

Saturday, 09 April 2011 10:57

http://www.radarjogja.co.id/berita/metropolis/15706-pemkab-bantah-kartu-aspal-.html

SLEMAN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman meluruskan pemberitaan soal kartu jaminan kesehatan (jamkes) bagi warga korban Merapi yang dinilai tak berfungsi. Kepala Dinas Kesehatan Sleman Mafilindati Nuraini membantah kartu yang dipegang warga palsu. Tidak berfungsinya kartu menurutnya karena kurangnya pemahaman warga mengenai penggunaan fasilitas jamkes tersebut.
“Ada prosedur yang mungkin masyarakat kurang memahami. Padahal jaminan kesehatan untuk warga korban Merapi itu dipastikan bisa digunakan,” bantah Mafilindati dalam jumpa pers di Pemkab Sleman, kemarin (8/5).
Pernyataan Kadinkes Sleman ini sebagai klarifikasi terhadap pemberitaan sebelumnya yang menyatakan bahwa kartu jamkes yang diberikan kepada warga korban Merapi tak bisa digunakan (Radar Jogja, 7/5). Seperti diberitakan sebelumnya Kaur Kesra Pemdes Wukirsari Heru Santoso mengaku mendapat keluhan dari warga terkait kartu jamkes yang diberikan. Kartu tersebut tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya. Beberpa warga masih diharuskan membayar saat melakukan pengobatan di rumah sakit.
Mafilinda memaparkan untuk menggunakan kartu jamkes, warga terlebih dahulu harus melalui tahapan selanjutnya. Yakni melaporkannya ke kantor Askes dan menukarkan kartu jamkes dengan kartu jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas). ”Setelah mendapat kartu tersebut, barulah bisa digunakan untuk jaminan di rumah sakit dan pengobatan bisa gratis,” imbuh Mafilindati.
Dijelaskan, ada 13 rumah sakit yang bisa melayani jamkes bagi warga Merapi di kawasan rawan bencana (KRB). Antara lain RSUP Sarjito, RSUD Sleman, RS Prambanan, RS Grhasia, RS Puri Husada, RS Condong Catur, RS Panti Nugroho, RS Mitra Paramedika, RS Sakina Idaman, RS PDHI, RS Bhayangkara, RS Panti Rini dan RS Queen Lativa. ”Selain itu, kartu jamkes tidak bisa digunakan,” terangnya.
Jumlah warga Merapi yang dijamin jamkes di Sleman ada 144.660 jiwa. Semuanya merupakan warga yang tinggal di kawasan rawan bahaya Merapi di tujuh kecamatan, yakni Cangkringan, Pakem, Turi, Ngemplak, Tempel, Ngaglik, dan Kalasan.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Sleman Rohman Agus Sukamto mengaku tidak bisa menerima penjelasan yang diberikan Mafilinda. Sebab, dari keluhan yang diterimanya kondisi yang dialami warga berbeda. “Tidak semudah itu. Ada yang pernah di pingpong untuk pengurusan ini,” tuturnya ditemui di kantor DPRD DIJ.
Rohman menegaskan segera akan meminta klarifikasi terkait dengan persoalan ini. Dalam waktu dekat, dewan akan memangil Dinkes Sleman untuk meminta penjelasan. ”Kami ingin kebijakan yang dikeluarkan pemerintah benar-benar mengutamakan kepentingan warga di Merapi,” tandasnya. (nis)

Tidak ada komentar: