Rabu, 27 April 2011

25 AGUSTUS HARI PERUMAHAN NASIONAL ; Reformasi Bidang Perumahan

http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=223439&actmenu=39

27/08/2010 04:52:05 Pencanangan tanggal 25 Agustus sebagai hari Perumahan Nasional dilaksanakan oleh Menpera dalam pidato menyambut hari Perumahan tahun 2009. Tanggal ini diambil dari momentum Pidato Bung Hatta pada Kongres Perumahan Sehat di Bandung, 25 Agustus 1950.
Jika dilihat dari potensi yang dimiliki oleh masing-masing komponen, pemerintah punya kewenangan membuat regulasi, swasta punya kekuatan dana, masyarakat punya kekuatan gotong-royong, dan fasilitator punya kekuatan membangun keterpaduan dan sinergitas antar komponen. Permasalahannya adalah, bagaimana kita dapat membangun sinergitas terhadap potensi yang ada tersebut.
Belajar dari pengalaman di lapangan, sesungguhnya peran serta masyarakat dalam pembangunan perumahan swasta sudah dilaksanakan. Hal ini dapat kita cermati dari berbagai program yang ada. Diawali pada sekitar tahun 1990 dengan Program Pembangunan Perumahan Bertumpu pada Kelompok (P2BPK) yang diluncurkan oleh Menteri Perumahan Rakyat Ir Akbar Tanjung. Masalah yang dihadapi pada waktu itu adalah, belum adanya sistem kelembagaan yang ada, jaringan belum dibangun, tidak ada program riil yang dipakai sebagai “centelan”, sehingga program tersebut tidak ada keberlanjutannya. Faktor penyebab yang lain adalah belum adanya pemberdayaan untuk fasilitator. Pada perkembangannya, oleh Menteri Perumahan dan Permukiman, Ibu Erna Witular, dibentuk program baru dengan nama program Co-Bild (Community Base for Initiative Local Development Program/Program Pembangunan Perumahan Berdasar pada Komunitas). Program ini dibentuk pada awal 2001, dan di launching pada Juni 2001 untuk 12 kabupaten dan 1 provinsi (DIY), namun dalam perjalanannya, sampai sekarang, tinggal Provinsi DIY yang masih eksis. Lagi-lagi salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya upaya pemberdayaan untuk fasilitatornya, walaupun jika dikaji lebih cermat banyak faktor yang berpengaruh.
Banyak pembelajaran yang dapat diambil dari “kebersihan dan/kegagalan” dari program ini, salah satunya adalah bahwa, keberhasilan program itu ditentukan oleh sistem aturan yang didukung oleh sistem kelembagaan yang terencana matang, sehingga sistem tersebut dapat menjamin kemudahan mekanisme teknis pelaksanaan, dan kemudahan mekanisme kontrolnya. Di samping itu sistem tersebut harus dikawal oleh sumber daya manusia yang andal.
Kekuatan yang dimiliki program Co-Bild DIY, salah satunya adalah obligasi moral dari person yang duduk di jajaran Presidium Paguyuban Warga Jogja (Pawarta), Dewan Perumahan Permukiman (DPP), dan Badan Pengelola Dana (BPD). Pawarta, berperan sebagai Payung Hukum Program Co-Bild, dan mengawasi kinerja DPP, tugas DPP menunjuk pelaksana, membuat kebijakan dan mengawasi program Co-Bild dan sebagai fasilitator bagi pihak ketiga, sedangkan BPD sebagai pengelola progran Co-Bild yang bersifat profesional.
Dari uraian di atas, sesungguhnya embrio terbentuknya fasilitator di tingkat provinsi sudah ada (baca: DPP), tinggal kemauan politik dari para stakeholders yang ada (baca: Pemerintah/ Dinas Perumahan Provinsi DIY, Perguruan Tinggi, Koperasi Perumahan, Lembaga Swadaya Masyarakat, Kelompok Swadaya Masyarakat), untuk duduk bersama membentuk atau memberdayakan fasilitator yang sudah ada, sehingga dari Yogya kita dorong terbentuknya DPP tingkat nasional. Setelah terbentuk DPP tingkat nasional, pekerjaan rumah selanjutnya adalah road show untuk pembentukan fasilitator (DPP) di masing-masing provinsi. Belajar dari lembaga lain (baca: Dewan Kerajinan Nasional, Dewan Kesenian, Dewan Kebudayaan dan lain-lain), semua didukung dengan payung hukum yang legal formal.
Strategi pembentukan Dewan Perumahan Permukiman yang akan berfungsi sebagai fasilitator di tingkat provinsi sampai nasional, perlu dibentuk forum perumahan (housing forum), yang akan membahas berbagai masalah yang dibutuhkan dalam pembentukan dewan ini, mulai dari aspek hukum, kelembagaan, aturan sampai teknis pelaksanaannya.
Kata kunci dari semua pembahasan ini adalah pemberdayaan untuk semua. Jika dan hanya jika ada komitmen yang dapat dibangun bersama untuk saling memberdayakan bagi seluruh stakeholders dan diimbangi dengan konsistensi terhadap komitmen tersebut, maka solusi masalah perumahan Indonesia bukan sesuatu yang mustahil, sebagai realisasi reformasi jilid dua dalam bidang perumahan. Insya Allah. q - c. (1541-2010).
*) Ir Noor Sasongko MSA,
Ketua Dewan Perumahan Permukiman
2005-2009, Ketua Badan Kehormatan
DPRD Sleman 2009-sekarang.

Tidak ada komentar: